By: Melly Latifah
Department of Family & Consumer Sciences
Faculty of Human Ecology
Bogor Agricultural University
Mungkin setiap orang tua mengetahui bahwa untuk melaksanakan proses pendidikan, setiap sekolah memiliki kurikulum. Pada saat ini, kurikulum sekolah disebut KTSP, yang merupakan singkatan dari (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dengan berpedoman pada kurikulum sekolah itulah setiap guru melaksanakan proses pengajaran di kelas untuk mengembangkan kemampuan anak kita. Akan tetapi, mungkin tidak semua orang tua - bahkan mungkin tidak semua guru - mengetahui bagaimana kurikulum yang baik itu.
Kurikulum yang baik seharusnya dirancang untuk mencapai tujuan pengembangan anak dalam berbagai aspek. Dalam Undang-undang pasal 3 nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan bahwa : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Bila kita kaji isi Undang-undang Sisdiknas di atas, maka tampak jelas bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki ciri, yaitu : (1) Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Berakhlak mulia; (3) Sehat; (4) Berilmu; (5) Cakap; (6) Kreatif; (7) Mandiri; (8) Demokratis dan bertanggung jawab sebagai warga negara. Dengan kata lain, tujuan pendidikan di Indonesia diarahkan untuk mengembangkan seluruh aspek potensi manusia secara holistik. Kedelapan ciri yang diharapkan muncul sebagai hasil pendidikan tersebut berkaitan dengan aspek: (1) Spiritual; (2) Moral/karakter; (3) Jasmaniah/fisik; (4)Kognitif/akademik; (5)Psikomotor/keterampilan; (6) Kreativitas; (7) Kecerdasan emosi; dan (8) Kematangan sosial (Megawangi, Latifah, Dina, 2004).
Jadi jelaslah bahwa Undang-Undang Sisdiknas pasal 3 nomor 20 tahun 2003 mengamanatkan kepada para penyelenggara pendidikan dan guru untuk melaksanakan pendidikan secara holistik dengan cara mengembangkan seluruh potensi peserta didik, bukan hanya aspek kognitif atau akademik saja, tetapi membentuk manusia utuh (whole person) yang cakap dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan dan cepat berubah, serta mempunyai kesadaran spiritual bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan (the person within a whole). Dengan kata lain, membangun manusia holistik adalah cita-cita pendidikan nasional kita. Masalahnya sekarang adalah apakah kurikulum sekolah anak kita selaras dengan paradigma membangun manusia holistik?
Selaras dengan konsep pendidikan manusia holistik, maka kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat mengembangkan seluruh aspek potensi anak secara holistik. Artinya, proses pendidikan dengan menggunakan kurikulum tersebut harus mampu membentuk manusia utuh (whole person) yang cakap dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan dan cepat berubah, serta mempunyai kesadaran spiritual bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan (the person within a whole). Oleh karena itu, kurikulum yang baik harus dapat mengembangkan potensi yang ada pada anak, yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial, keativitas, spiritual, dan akademik.
Menurut Megawangi, dkk. (2004), ada beberapa hal penting yang perlu diingat dalam merancang kurikulum pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan holistik, yaitu :
§ Kurikulum harus mencakup aktivitas yang dapat mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, bahasa, estetika, dan akademik siswa, termasuk mengaplikasikan konsep kecerdasan majemuk.
§ Kurikulum harus mencakup seluruh mata pelajaran secara terintegrasi yang relevan (kontekstual), berarti bagi siswa, serta yang dapat mencelupkan siswa dalam pembelajaran yang mengasyikan.
§ Kegiatan yang dirancang dalam kurikulum harus berdasarkan pengetahuan tentang apa yang telah diketahui siswa sebelumnya, dan siswa mampu mengerjakannya (teori constructivism).
§ Kurikulum harus dapat meningkatkan pemahaman akan konsep, prosesnya, dan kemampuan melakukannya, sehingga siswa tahu manfaat konsep yang dipelajarinya dan tertarik untuk terus mempelajarinya.
§ Kurikulum harus dirancang agar siswa secara langsung berpartisipasi aktif, misalnya dengan melakukan eksperimen ilmiah, mengumpulkan, dan menganalisis data, atau melakukan peran-peran sebagai ilmuwan lainnya dalam berbagai disiplin ilmu.
§ Kompetensi yang ingin dicapai dalam kurikulum harus realistik dan sesuai dengan kemampuan siswa menurut umur dan keunikan individu.
§ Kurikulum harus dirancang untuk meningkatkan daya imajinasi siswa.
§ Kurikulum harus dirancang untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi, bekerja sama, mengembangkan kecakapan sosialnya, dan menghargai kemampuan dirinya dan kawannya.
§ Kurikulum harus mencakup kegiatan yang dapat menumbuhkan sikap toleran dan menghargai segala perbedaan budaya atau agama.
§ Kurikulum harus menumbuhkan sikap atau karakter yang menghargai segala macam profesi, kebanggaan dengan apa yang telah dikerjakannya, kemampuan bekerja dalam tim, dan sikap pantang menyerah.
§ Kurikulum harus mengintegrasikan antar mata pelajaran sehingga anak terbiasa untuk melihat segala aspek dalam konteks bagian dari keseluruhan.
Referensi :
Megawangi, R; M. Latifah; W.F. Dina. 2004. Pendidikan Holistik : Aplikasi KBK untuk Menciptakan Lifelong Learners. Indonesia Heritage Foundation.
No comments:
Post a Comment